1. Menjadikan Awal Tahun Baru sebagai Hari Perayaan, Hari Besar, atau Hari Raya.
Ikhwah sekaliah tahu ga? Kalau merayakan tahun baru Masehi sebenarnya bukan merupakan tradisi dari ajaran Islam. Meskipun jutaan atau miliaran umat Islam sedunia sekarang merayakan tahun baru Masehi dengan sukacita dan lupa diri larut dalam gemerlap pesta kembang api, dll.. bukan berarti bahwa merayakannya adalah sesuatu yang halal karena kebanyakan kaum muslimin merayakannya.
Na’am, sekadar tahu saja ya.. tahun baru Masehi itu sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Nasrani. Orang yang pertama membuat penanggalan kalender adalah seorang kaisar Romawi yaitu Gaisus Julius Caesar. Pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang kemudian ‘memanfaatkan’ penemuan kalender ini sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi Masehi. Sementara untuk sebelum zaman prasejarahnya SM (Sebelum Masehi).
Di zaman Romawi, pesta tahun baru ini adalah untuk menghormati Dewa Janus Bangsa Roma. Mereka berharap dengan dimulainya tahun yang baru, kesalahan-kesalahan di masa lalu dapat dimaafkan. Sebagai penebus dosa, tahun baru juga ditandai dengan tukar hadiah. Lama kelamaan akhirnya perayaan ini diwajibkan oleh pemimpin gereja sebagai satu perayaan “suci” sepaket dengan Natal. Itulah sebabnya mengapa kalo ucapan Natal dan Tahun Baru dijadikan satu : “Merry Christmas and Happy New Year“.
Nah, jadi sangat jelas bukan, bahwa apa yang ada saat ini, merayakan tahun baru Masehi bukan berasal dari budaya kita, kaum Muslimin. Tapi sangat erat dengan keyakinan dan ibadah kaum Nasrani. Jangankan yang sudah jelas perayaan keagamaan seperti Natal, yang masih bagian ritual mereka seperti tahun baru Masehi dan ada hubungannya serta dianggap suci aja, sudah hukumnya haram dilakukan seorang muslim. Why? Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’alla:
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan az-zuura” (QS. Al Furqaan [25]:72)
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Ulama-ulama salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid, dan ar-Rabi’ bin Anas menafsirkan kata “az-Zuura” (dalam ayat di atas) sebagai hari-hari besar orang kafir. Jadi seorang yang beriman tidak boleh merayakan hari-hari besar agama orang kafir karena Islam udah punya hari raya sendiri, sebagaimana dalam hadits shahih dari Anas bin Malik ra, beliau berkata, saat Rasulullahu Shalallahu ‘Alaihi wassalam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar (‘Ied) untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahilliyah”. Lantas beliaw saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya hari yang lebih baik dari keduanya : Iedul Adha dan Iedhul Fithri” (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya, No.11595, 13058, 13210)
Apakah boleh kita merayakan tahun baru kalau niatnya bukan menghormati kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan agama Nasrani? Ya sekedar senang-senang saja gitu, sekedar refreshing. Untuk itu, ada baiknya kita simak ucapan Umar Ibn Khaththab ini :
“Janganlah kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah) mereka pada hari besar mereka karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas mereka” (Dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqy No.18640).
Umar ra. berkata lagi, “Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari besar mereka” (ibid, No 186461).
Dalam keterangan lain, seperti dari Abdullah bin Amr bin al-Ash ra., dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka” (‘Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarh hadits no.3512).
Nah, berkaitan dengan larangan menyerupai suatu kaum (baik ibadahnya, adat-istiadatnya, juga gaya hidupnya), Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wassalam bersabda, “Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka“ (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya jilid II, hlm.50).
At-Tasyabbuh secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru, mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamtsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru, dan mengikutinya. Tasyabbuh yang dilarang dalam al-Qur’an dan as-Sunnah secara syar’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebuadayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka.
2. Praktik Tabdzir atau Pemborosan
Praktik tabdzir atau pemborosan membuang uang biasanya dilakukan dengan membeli berbagai jenis kembang api yang harganya pasti sangat mahal. Jika saja uang pembeli kembang api dikumpulkan dan disantunkan kepada anak yatim, tentunya akan lebih bermanfaat untuk menyambung hidup mereka minimal untuk esok hari.
Ikhwani fidien.. berhura-hura itu tidak baik lho. Akan lebih baik jika dihindari dan ditinggalkan. Allah telah mengingatkan dengan gamblangnya dalam QS Al Isra’ ayat 26-27 : “…, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”
Itu sebabnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wassalam mewanti-wanti tentang dua hal yang bikin manusia lupa diri. Sabda beliau Shalallahu ‘Alaihi wassalam :
“Ada dua ni’mat, dimana manusia banyak tertipu di dalamnya; kesehatan dan kesempatan” (HR.Bukhari)
3. Menyuburkan Kemaksiatan
Perayaan tahun baru sangat potensial menyuburkan praktik kemaksiatan. Lihatlah di jalan raya, betapa banyak pasangan remaja yang mayoritas bukan mahram berpelukan di atas roda dua berkeliling kota dengan sangat gembira, berpacaran, arak-arakan di jalan raya. Baik jalan kaki maupun berkendara, tiup terompet, dan pesta kembang api udah biasa digelar. Di malam itu, yang ada hanyalah kesenangan. Bahkan mungkin tidak hanya di jalan, seperti pesta lain yang dilakukan di tempat gelap atau malah berpesta di kamar hotel. Kalau ini ni namanya tahun baru, dosa baru. Tapi kenyataannya, ternyata banyak di antara kita malah merayakan tahun baru Masehi dengan melakukan aktivitas maksiat.
4. Mengamalkan Do’a Awal dan Akhir Tahun
Amalan ini secara sekilas memang terlihat baik dan islami sekali. Biasanya orang berpendapat, “tujuannya kan baik, ketimbang merayakan dengan hura-hura, pesta-pesta, tiup terompet dll… kan lebih baik ini”, akan tetapi ya akhy, ya ukhty.. saudaraku yang aku sayangi, kita perlu mengetahui syari’at Islam ini bukan semata-mata diamalkan berdasarkan tujuan yang baik. Agama ini tegak berdasarkan syari’at, tuntunan Allah dan RasulNya.
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi wassalam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan do’a tersebut tidak disebutkan baik dalam kitab musnad maupun kumpulan hadits mauhu’ sekalipun.
5. Puasa Awal dan Akhir Tahun
Amalan puasa ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali lho! Bahkan hadits yang menjelaskan fadhilah keutamaan amalan ini adalah hadits dari para pendusta dan pemalsu hadits., sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Fatani dalam Tadzkiratul Maudhu’at. Jadi amalan ini tidak perlu diamalkan karena tidak ada tuntunan.
6. Kesyirikan Merajalela
Di antara bebeapa kesalahan yang ditulis di atas, ada yang paling parah yaitu perilaku syirik atau percaya kepada ramalan semisal astrologi dan sejenisnya. Di dunia selebriti misalnya, paranormal langsung digunakan untuk meramal nasib atau hoki mereka di 2010 nanti. Sehingga pihak yang ikutan heboh kalau menyambut tahun baru begini adalah para dukun dan tukang ramal. Jampi dan mantera mereka dipercaya sebagian besar masyarakat amput untuk bekal kesuksesan dan keberhasilan di tahun depan.
Celakanya, banyak yang percaya dengan bualannya sang paranormal. Padahal Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wassalam bersabda, melalui jalan sahabat Abu Hurairah :
“Barang siapa yang mendatangi dukun dan ia mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir (ingkar) dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Dawud)
-disadur dari Buletin Husnul Khotimah Tahun V/Edisi 89-
3 comments:
ada perbaikan "read more" sobat, coba bc disini, thanks..
ada perbaikan "read more" sobat, coba bc disini, thanks
@Dody : terima kasih infonya...
Post a Comment